1. Moral Dalam Dunia Bisnis
Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis. Dalam pembisnis pasti ingin mendapatkan
kesempatan dan keutungan yang banyak dalam perusahaannya, namun kadang kala
mendapatkan kesempatan dan keuntungan yang cepat dan menghasilkan profit yang
banyak memaksa orang untuk menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Dan ia
tidak memperdulikan adanya pihak yang dirugikan. Dengan kondisi ini, pelaku bisnis
harus memiliki moral dan etika untuk menjalankan usaha bisnisnya. Moral sangat
erat kaitannya dengan agama dan budaya. Setiap agama mengajarkan kepada umatnya
untuk memiliki moral yang terpuji. Jadi, moral itu merupakan suatu sifat yang
terpuji dan memiliki dampak yang positif dan tidak mendampakkan kerugian kepada
orang lain. Misalnya dalam transaksi jual beli, apabila penjual melakukannya
secara jujur maka kedua belah pihak
antara penjual dan pembeli akan merasa puas atas pelayanannya dan memperoleh
kepercayaan satu sama lainnya, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang
erat dan saling menguntungkan.
Moral
dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin
tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Karena semakin pesatnya
perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang bermoral
(jujur), maka dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang menindas kalangan
bawah/ yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN
untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral dalam berbisnis tidak akan bisa
ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak
tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama
yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang
mendorong orang untuk melakukan kebaikan, etika bertindak sebagai rambu-rambu
(sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu
kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika
(patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan
serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good
conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis
sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis
serta kelompok yang terkait lainnya.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut
hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara
nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika
dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik
pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu
pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang
mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan
menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh
kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk
menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian
antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global
yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam
perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1. Pengendalian diri
Pelaku bisnis dan pihak yang terkait
mampu mengendalikan diri masing-masing agar tidak memperoleh apapun dari
siapapun dalam bentuk apapun yang memang bukan hak nya dan tidak mendapatkan
keuntungan dengan main curang.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial
(social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku
bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang
berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang
ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan
teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya
yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah,
harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan
menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu
memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam
menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia
bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan
berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya
pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa
mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi”
lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan
lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan
kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece,
Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti
ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi,
manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun
berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk
menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan
data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta
memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan
pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada
saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha
lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya
yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara
pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada
pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah
disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan
dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan
etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati,
sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba
untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika
bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadaP
apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua
memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan
dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis
tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.