Kamis, 27 November 2014

PAPER Yuni Novianti Sari / 27211664 / 4EB19

PENGARUH KOMITMEN PROFESI TERHADAP PERILAKU AUDITOR PADA SITUASI KONFLIK AUDIT


Yuni Novianti Sari
Universitas Gunadarma

Abstraksi
Seorang auditor harus dapat mengendalikan atau mengontrol dirinya dan komitmen kepada profesinya apabila dihadapkan dengan konflik audit serta auditor harus mematuhi standar profesi yang telah ditetapkan oleh IAI. Akan tetapi yang terlihat di lapangan masih saja ada auditor yang tidak dapat mengendalikan dirinya dan tidak memiliki komitmen yang tinggi terhadap profesinya. Seperti yang terjadi dalam kasus Walikota Tomohon yang menerima hadiah uang senilai Rp 600 juta dan pemebrian uang tersebut dinyatakan ststus wajar dengan pengecualian. Hal ini membuat perilaku auditor diragukan banyak pihak karena tidak mematuhi etika profesi dan standar auditing sebagai akuntan publik.

PENDAHULUAN
Perusahaan-perusahaan besar dalam menjalankan bisnis usahanya tiap periode memerlukan jasa audit akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangannya, apakah keuangan perusahaan tersebut dapat diandalkan pertanggungjawabannya atas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen dalam laporan keuangan tersebut. Masyarakat percaya akan profesi akuntan publik ini karena auditor melakukan tugas auditnya berdasarkan pedoman standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Standar yang digunakan meliputi standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu profesionalisme akuntabilitas mutlak diperlukan, dengan mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi, yaitu keahlian, berpengetahuan, dan berkarakter. Profesi akuntan publik atau auditor mempunyai standar yang seharusnya bisa mencegah terjadinya kegagalan audit. Auditor tidak boleh memihak kepada kepentingan siapapun, sebab jika auditor memihak maka dia akan kehilangan sikap untuk mempertahankan kebebasan berpendapatnya.
Fenomena yang pernah terjadi yaitu konflik audit merupakan hal yang lazim terjadi di Kantor Akuntan Publik (KAP). Konflik merupakan proses yang dimulai saat salah satu pihak merasa dikecewakan oleh pihak yang lain (French dan Allbright, 1998 dalam Renata Zoraifi, 2005:12). Auditor yang memiliki profesi sebagai penyediaan jasa pemeriksaan laporan keuangan, menyimpan banyak konflik dalam pekerjaannya. Hal ini berhubungan dengan kedudukan auditor sebagai pihak independen.
Fenomena perilaku auditor pada situasi konflik audit yang dimiliki oleh auditor di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Manado, Sulawesi Utara. Dua auditor yang berinisial M dan B diduga menerima suap sebesar Rp 600 juta dari Walikota Tomohon. KPK melakukan penahanan terhadap tersangka B (pemimpin tim pemeriksa BPK-RI Manado) dan M (anggota tim pemeriksa BPK-RI Manado). Kedua orang auditor BPK itu diduga menerima sesuatu atau hadiah berupa uang senilai Rp 600 juta dari Walikota Tomohon. Pemberian uang suap ini supaya laporan keuangan Tomohon dinyatakan berstatus Wajar dengan Pengecualian. Mereka juga mendapatkan fasilitas berupa hotel dan sewa kendaraan dari dana Pemkot Tomohon sebesar Rp 7,5 juta. Hal inilah yang membuat Perilaku auditor pada situasi konflik audit diragukan banyak pihak karena tidak mematuhi etika profesi dan standar auditing sebagai akuntan publik. (www.detiknews.com).
Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi perilaku auditor pada situasi konflik audit saat ini. Dalam melaksanakan tugasnya, auditor memerlukan kepercayaan terhadap kualitas jasa yang diberikan pada pengguna. Penting bagi pemakai laporan keuangan untuk memandang Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai pihak yang independen dan kompeten, karena akan mempengaruhi berharga atau tidaknya jasa yang telah diberikan oleh KAP kepada pemakai. Jika pemakai merasa KAP memberikan jasa yang berguna dan berharga, maka nilai audit atau kualitas audit juga meningkat, sehingga KAP dituntut untuk memiliki perilaku auditor sesuai dengan etika profesi dan standar auditing apabila menghadapi konflik audit.
Kepercayaan yang diberikan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesional dengan memberikan hasil audit yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya auditor harus bertindak objektif dan independen berdasarkan kode etik profesi mereka.

Tinjauan tentang komitmen profesi auditor dan perilaku auditor
Komitmen Profesi Akuntan Publik
Dalam suatu organisasi profesi seorang anggota organisasi profesi dituntut untuk memiliki komitmen profesi. Menurut Gibson et. al. (1996) yang dikutip oleh Haryani (2001) mendefinisikan komitmen sebagai lingkup, identifikasi, keterlibatan dan loyalitas yang diekspresikan oleh seseorang terhadap organisasinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2001) yang meneliti tentang komitmen karyawan sebagai keunggulan bersaing, menyatakan bahwa komitmen dapat dijadikan landasan daya saing karena organisasi atau perusahaan dengan kayawan yang memiliki komitmen tinggi, akan mendapatkan keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki organisasi lain.
Komitmen Profesi adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut. Komitmen profesi dapat didefinisikan sebagai:
(1) Sebuah kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari profesi, sehingga dengan adanya komitmen profesi para anggota profesi akan melaksanakan segala sesuatu sesuai dengan yang ditetapkan bagi profesinya tanpa adanya paksaan,
(2) Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan profesi. Para anggota profesi akan selalu berusaha melakukan sesuatu semaksimal mungkin untuk kemajuan profesi yang digelutinya,
(3) Sebuah kepentingan untuk memelihara keanggotaan dalam profesi, karena para anggota profesi merasa bahwa profesi tersebut merupakan wadah atau tempat bagi mereka untuk menyalurkan atau mencurahkan aspirasi dan kemampuan yang dimilikinya.
Edelmann (1997: 103) mengatakan bahwa komitmen profesi adalah tingkat loyalitas individu terhadap organisasi dalam melaksanakan tugas dan menaati norma aturan dan kode etik profesi. Selain itu, komitmen profesi auditor juga dapat didefinisikan sebagai suatu keyakinan seorang auditor untuk melakukan segala sesuatu yang menjadi tuntutan bagi profesi akuntan publik sehingga akan muncul loyalitas terhadap profesi maupun organisasi profesi akuntan publik. Bagi seorang auditor, komitmen profesi mutlak diperlukan berkaitan dengan loyalitas individu terhadap organisasi dalam melaksanakan tugas dan menaati norma aturan dan kode etik profesi akuntan publik. Hal ini dikatakan mutlak karena dengan adanya kesadaran untuk mematuhi aturan dan kode etik profesi, maka akan akan mengurangi timbulnya konflik internal pada diri auditor tersebut apabila dihadapkan pada suatu kondisi dilema etis sehingga profesionalisme dari auditor dapat selalu dijaga.
Wibowo (dalam Trisnaningsih, 2003: 201) mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman internal auditor dengan komitmen profesionalisme, lama berkerja hanya mempengaruhi pandangan profesionalisme hubungan dengan sesama profesi, keyakinan terhadap peraturan profesi dan pengabdian pada profesi.

Pengertian Persepsi Profesi Akuntan Publik
Menurut Gibson (1996: 134), persepsi sebagai proses seseorang untuk memahami lingkungan yang meliputi orang, objek, symbol, dan sebagainya yang melibatkan proses kognitif. Proses kognitif merupakan proses pemberian arti yang melibatkan tafsiran pribadi terhadap rangsangan yang muncul dari objek tertentu. Oleh karena tiap-tiap individu memberikan makna yang melibatkan tafsiran pribadinya pada objek tertentu, maka masing-masing individu akan memiliki persepsi yang berbeda meskipun melihat objek yang sama.
Sementara itu apabila ditinjau dari aspek psikologis, Walgito (1997: 53) mendefinisikan persepsi sebagai proses seseorang individu untuk memahami objek tertentu yang diawali dengan timbulnya rangsangan dari objek tertentu yang diterima oleh alat indera individu dan kemudian diteruskan ke otak sehingga individu tersebut dapat memahami objek yang diterimanya. Persepsi bersifat subjektif karena melibatkan aspek psikologis yaitu proses kognitif sehingga apa yang ada dalam perkiraan individu akan ikut aktif dalam menentukan persepsi individu.
Bagi profesi akuntan publik, persepsi profesi merupakan pemahaman seorang auditor terhadap apa yang digelutinya. Pemahaman ini berkaitan dengan faktor kognitif masing-masing individu auditor tersebut sehingga persepsi auditor satu dengan yang lain akan berbeda. Apabila seorang auditor memiliki persepsi atau pandangan positif terhadap profesinya, maka auditor tersebut akan memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan profesi yang digelutinya dan beranggapan bahwa profesinya merupakan profesi yang sangat penting bagi pihak lain sehingga mereka akan melakukan apa yang harus dilakukan secara proporsional. Sementara itu, apabila seorang auditor memiliki persepsi negative terhadap profesinya maka auditor tersebut akan beranggapan bahwa profesi yang digelutinya harus menghasilkan bagi dirinya sendiri tanpa memikirkan dampaknya bagi pihak lain apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan kode etik yang berlaku.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Akuntan Publik
Persepsi merupakan hal yang bersifat subjektif, yaitu melibatkan tafsiran pribadi masing-masing individu, sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang berasal dari dalam individu atau dengan kata lain faktor psikologis yang mempengaruhi persepsi individu. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.    Ingatan
Kemampuan mengingat tiap-tiap individu terhadap apa yang pernah dipelajari atau dipersepsikannya akan berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat.
2.    Motivasi
Bila motivasi individu terhadap objek tertentu semakin besar, maka perhatiannya terhadap objek tersebut juga semakin besar sehingga objek itu akan semakin jelas dan mudah dipahami atau dipersepsikan oleh individu.
3.    Perasaan
Meskipun setiap individu memperoleh rangsangan yang sama dari objek tertentu, tetapi dapat menimbulkan perasaan yang berbeda yaitu ada yang senang dan atau sebaliknya yang pada akhirnya mempengaruhi persepsinya terhadap objek tersebut.
4.    Berpikir
Cara berpikir seseorang dalam memecahkan masalah biasanya berbeda, ada yang menggunakan pengertian dan ada yang tidak sehingga hanya coba-coba saja. Berpikir berkaitan dengan persepsi yaitu dalam memahami objek tertentu, individu biasanya melibatkan kegiatan menghubungkan pengertianpengertian yang diperolehnya baik secara sengaja maupun tidak (Walgito, 1997: 55-152).
Menurut Robbins (1996: 34), selain faktor dari dalam individu ada faktor-faktor lain yang berasal dari luar individu, yaitu:
1.    Faktor Objek
Meliputi ukuran, intensitas dan kontras atau pertentangan. Semakin besar ukuran objek tertentu, maka persepsi individu terhadap objek tersebut akan semakin jelas dan mudah dipahami. Kemudian jika intensitas objek yang dipersepsikan semakin sering ditunjukkan, maka objek tersebut semakin diperlihatkan sehingga akan semakin mudah untuk dipersepsikan. Objek yang semakin bertentangan atau kontras dengan sekitarnya akan lebih menarik perhatian orang sehingga akan lebih dipersepsikan orang.
2.    Faktor situasi
Adalah kondisi lingkungan dimana individu dipersepsikan objek tertentu, misalnya hawa panas atau dingin, terang atau gelap dan lain-lain serta banyaknya waktu yang digunakan individunya untuk mempersepsikan objek tersebut.
3.    Pentingnya pemahaman mengenai persepsi
Pemaham mengenai persepsi penting untuk diketahui karena persepsi merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi perilaku individu. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak bias lepas dari pengaruh individu sendiri dan lingkungannya. Variabel individu meliputi faktor-faktor yang ada didalam pribadi individu seperti persepsi, sikap, kemampuan dan ketrampilan, keahlian fisik, dan lain-lain. Variabel lingkungan merupakan faktor yang dating dari luar individu seperti pengalaman pendidikan, lingkungan sekitar dan sebagainya. Melalui pemahaman persepsi individu tertentu, seseorang dapat meramalkan bagaimana perilaku individu tersebut, dengan kata lain merupakan deteksi awal bagi perilaku individu.

TUJUAN PENELITI
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang terjadi pada komitmen profesi audit terhadap perilaku auditor yang disebabkan oleh situasi konflik audit.

METODELOGI PENELITIAN
Data Sekunder
Data yang dikumpulkan dari internet, berupa website dan blog-blog penulisan dan jurnal dengan kajian yang sejenis. Pengumpulan informasi dengan cara membaca dan mempelajari bahan-bahan literatur yang berhubungan dengan penelitian, dengan tujuan untuk mendapatkan landasan teori dan teknik analisis dalam memecahkan masalah ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gaya kepemimpinan Manajer di Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasaan auditor atau perilaku auditor dalam pelaksanaan pengauditan. Ketidaktepatan atau ketidaksesuaian gaya kepemimpinan akan mempengaruhi perilaku auditor dalam pelaksanaan pengauditan. Perilaku ini disebut dengan perilaku disfungsional, di antaranya adalah perilaku penurunan kualitas audit dan tidak melaporkan waktu audit yang sesungguhnya. Konflik audit yang terjadi pada situasi auditor yang dihadapakan kepada klien yang menekankan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar auditing merupakan paksaan opini yang tidak sesuai dengan faktanya, sedangkan secara umum auditor berpedoman atau terpaku oleh etika profesi dan standar auditing.
Dalam melaksanakan profesinya, seorang auditor diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan merupakan norma perilaku auditor yang mengatur hubungan antara akuntan dengan klien dan antara profesi dengan masyarakatnya. Kode etik akuntan dijelaskan  dalam pasal 1 (ayat2) Kode Etik Akuntan Indonesia: “Setiap anggota harus mempertahankan integritas dan obyektifitas dalam melaksanakan tugas-tugasnya”. Dengan mempertahankan obyektifitas dia akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadi.
Dengan demikian seorang audit yang bekerja dalam instansi KAP tersebut dalam menjalankan tugas-tugasnya yang penuh tanggungjawab. Pekerjaan yang dikerjakan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Apabila sekali saja melakukan kesalahan, kecurangan, atau menerima uang tanpa tau maksud klien tersebut memberi uang itu maka reputasi KAP dan Auditor tidak dapat dipercayai lagi oleh masyarakat. Yang mengakibatkan bangkrutnya perusahaan KAP tersebut dan seorang audit juga menjadi dikucilkan. Tidak mudah menjadi seorang auditor yang independen. Setiap melakukan tindakan auditor harus melihat kembali pedoman standar etika profesi yang diatur Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan Publik bertanggung jawab melaksanakan pasal-pasal yang tercantum dalam Kode Etik Akuntan Indonesia.

Dampak dari Perilaku Auditor
Dampak dari perilaku auditor yang terjadi oleh auditor di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Manado, Sulawesi Utara. Dua auditor di BPK ini diduga menerima uang dari Walikota Tomoho agar laporan keuangna Tomoho dinyatakan wajar dengan pengecualian. Ini membuktikan adanya permainan laporan keuangan Walikota Tomoho. Sehingga Walikota Tomoho berani reka mengeluarkan uang dan memfasilitaskan auditor dengan fasilitas mewah. Hal inilah yang membuat Perilaku auditor pada situasi konflik audit diragukan banyak pihak karena tidak mematuhi etika profesi dan standar auditing sebagai akuntan publik.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Seorang akuntan sangat berperan penting dalam perkembangan usaha perusahaan dalam mengaudit laporan keuangannya. Dengan adanya pelanggaran perilaku auditor yang dilakukan oleh seorang akuntan dapat merugikan banyak pihak yang terkait, seperti perusahaan yang akan mengalami gulung tikar, karena apabila auditor perusahaan itu melakukan kecurangan dan kecurangan itu pasti terbongkar, maka masyarakat tidak percaya lagi dengan perusahaan tersebut. Perusahaan tidak dapat kembali mendapat kepercayaan penuh oleh masyarakat dan akan susah untuk mendirikan usaha lagi. Dan akuntan dianggap sebagai profesi yang tidak diandalkan lagi.
Saran
·      Seorang akuntan harus berpegang teguh dengan etika dan prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI.
·      Seorang Akuntan harus lebih indenpendensi, integritas, dan objektif dalam menggunakan hak dan wewenangnya.
·      Seorang Akuntan yang diberikan kepercayaan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional dan memberikan hasil audit yang berkualitas. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya auditor harus bertindak objektif dan independen berdasarkan kode etik profesi mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001/Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik : Salemba Empat , 2001.



Kamis, 20 November 2014

PERKEMBANGAN STANDAR ETIKA PROFESI AKUNTANSI

Sejarah Perkembangan Etika Profesi Akuntansi (Tugas 9)


Sejarah Awal
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethikos yang berarti timbul dari kebisasaan. Etika merupakan sebuah sesuatu dimana cabang utama yang memperlajari suatu nilai atau kualitas yang menjadi pelajaran mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab.
Etika bermula bila manusia mencerminkan bentuk etis dalam pendapat-pendapat spontan. Karena pendapat seseorang sering berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika dalam mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Profesi akuntan telah ada sejak abad ke-15, di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai Auditor.

Orde Lama

Profesi akunta di Indonesia itu sejarahnya diawali oleh berdirinya Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) pada tahun 1957. Karena pada masa ini warisan dari belanda masih dirasakan dengan tidak adanya satupun akuntan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sehingga pada masa ini masih mengikuti pola yang dilakukan oleh belanda, dimana akuntan didaftarkan dalam salah satu register Negara. Belanda sendiri memiliki dua organisasi profesi yaitu Van Academich Gevorormd e Accountants (VAGA) dan Nederlands Institute van Accountants (NIvA). Akuntan – akuntan Indonesia yang lulus pertama periode setelah kemerdekaan tidak dapat menjadi anggota kedua organisasi tersebut.

Orde Baru

Pada masa orde baru, perekonomian Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan. Perubahan perkonomian ini memberikan dampak terhadap kebutuhan profesi sebagai akuntan. Hal ini karena dengan adanya pasar modal pertama sejak masa orde baru dan juga Karena pada saat itu sudah banyak kantor akuntan yang berdiri dan juga kantor akuntan asing yang bekerjasama oleh kantor akuntan di Indonesia. Pada tahun 1977 atas gagasan Drs. Theodorus M. Tuanakotta IAI membentuk seksi akuntan publik. Hal ini bertujuan sebagai wadah para akuntan publik di Indonesia untuk melaksanakan program pengembangan akuntan publik.  Setelah kurun waktu 17 tahun berjalan sejak didirikannya seksi akuntan publik, profesi akuntan berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan pasar modal dan perbankan di Indonesia, sehingga diperlukan standar akuntansi keuangan dan standar professional akuntan publik yang setara dengan standar internasional.

Setelah orde lama dan orde baru

Setelah melewati kedua orde ini, perkembangan profesi akuntan di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari perkembangan perekonomian, dunia usaha dan investasi, pasar modal serta pengaruh global. Secara garis besar tonggak sejarah dari perkembangan  profesi dan organisasi akuntan public di Indonesia memang tak luput dari perkembangan perekonomian Negara khususnya dan perkembangan perkonomian dunia pada umumnya.



PERKEMBANGAN STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK

PERKEMBANGAN STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK (TUGAS 8)

Tahun 1972, pertama kalinya ikatan Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, yang disahkan dalam Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Norma Pemeriksaan Akuntan tersebut mencakup tanggung jawab akuntan publik, unsur-unsur norma pemeriksaan akuntan yang antara lain meliputi: pengkajian dan penilaian pengendalian intern, bahan pembuktian dan penjelasan informatif, serta pembahasan mengenai peristiwa kemudian, laporan khusus dari berkas pemeriksaan. Pada Kongres IV Ikatan Akuntan Indonesia tanggal 25-26 Oktober 1982, Komisi Norma Pemeriksaan Akuntan mengusulkan agar segera dilakukan penyempurnaan atas buku Norma Pemeriksaan Akuntan yang lama, dan melengkapinya dengan serangkaian suplemen yang merupakan penjabaran lebih lanjut norma tersebut. Untuk melaksanakan tugas tersebut, telah dibentuk Komite Norma Pemeriksaan Akuntan yang baru untuk periode kepengurusan 1982-1986, yang anggotanya berasal dari unsur-unsur akuntan pendidik, akuntan publik dan akuntan pemerintah. Komite ini telah menyelesaikan konsep Norma Pemeriksaan Akuntan yang disempurnakan pada tanggal 11 Maret 1984. Pada tanggal 19 April 1986, Norma Pemeriksaan Akuntan yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim Pengesahan, disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia sebagai norma pemeriksaan yang berlaku efektif selambat-lambatnya untuk penugasan pemeriksaan atas laporan keuangan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 1986. Tahun 1992, Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, Edisi revisi yang memasukkan suplemen No.1 sampai dengan No.12 dan interpretasi No.1 sampai dengan Nomor.2. Dalam Kongres ke VII Ikatan Akuntan Indonesia tahun 1994, disahkan Standar Profesional Akuntan Publik yang secara garis besar berisi:

1. Uraian mengenai standar profesional akuntan publik.
2. Berbagai pernyataan standar auditing yang telah diklasifikasikan.
3. Berbagai pernyataan standar atestasi yang telah diklasifikasikan.
4. Pernyataan jasa akuntansi dan review.

Pertengahan tahun 1999 Ikatan Akuntan Indonesia merubah nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan menjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. Selama tahun 1999 Dewan melakukan perubahan atas Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994 dan menerbitkannya dalam buku yang diberi judul “Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001”. Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001 terdiri dari lima standar, yaitu:

1. Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA).
2. Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT).
3. Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR).
4. Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK).
5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM).
Selain kelima standar tersebut masih dilengkapi dengan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang merupakan aturan normal yang wajib dipenuhi oleh akuntan publik.






Minggu, 26 Oktober 2014

MORAL DAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS (Tugas 4)

1. Moral Dalam Dunia Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Dalam pembisnis pasti ingin mendapatkan kesempatan dan keutungan yang banyak dalam perusahaannya, namun kadang kala mendapatkan kesempatan dan keuntungan yang cepat dan menghasilkan profit yang banyak memaksa orang untuk menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Dan ia tidak memperdulikan adanya pihak yang dirugikan. Dengan kondisi ini, pelaku bisnis harus memiliki moral dan etika untuk menjalankan usaha bisnisnya. Moral sangat erat kaitannya dengan agama dan budaya. Setiap agama mengajarkan kepada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji. Jadi, moral itu merupakan suatu sifat yang terpuji dan memiliki dampak yang positif dan tidak mendampakkan kerugian kepada orang lain. Misalnya dalam transaksi jual beli, apabila penjual melakukannya secara jujur  maka kedua belah pihak antara penjual dan pembeli akan merasa puas atas pelayanannya dan memperoleh kepercayaan satu sama lainnya, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat dan saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Karena semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang bermoral (jujur), maka dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang menindas kalangan bawah/ yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan, etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
1. Pengendalian diri
Pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri masing-masing agar tidak memperoleh apapun dari siapapun dalam bentuk apapun yang memang bukan hak nya dan tidak mendapatkan keuntungan dengan main curang.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.


7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadaP apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.



Macam-macam Etika Dalam Dunia Bisnis (Tugas 5)

Etika Dalam Dunia Bisnis
1.      Etika Bisnis itu dibangun berdasarkan etika pribadi
Tidak ada perbedaan yang tegas antara etika bisnis dengan etika pribadi. Kita dapat merumuskan etika bisnis berdasarkan moralitas dan nilai nilai yang kita yakini sebagai kebenaran.

2.      Etika Bisnis itu berdasarkan pada fairness
Dalam pembisnis harus melakukan negosiasi antar kedua belah pihak dengan sejujur-jujurnya, semua konsumennya diperlakukan dengan adil tidak memandang status sosialnya, semua karyawannya diberi kesempatan yang sama tidak ada perlakuan diskriminasi antar karyawan. Jika semua telah dilakukan maka pelaku bisnis tadi menerapkan etika dalam bisnisnya.

3.      Etika Bisnis itu membutuhkan integritas
Integritas merujuk pada keutuhan pribadi, kepercayaan dan konsistensi. Bisnis yang etis memperlakukan orang dengan hormat, jujur dan berintegritas. Mereka menepati   janji dan melaksanakan  komitmen.

4.      Etika Bisnis itu membutuhkan kejujuran
Bukan jamannya lagi bagi perusahaan untuk mengelabuhi pihak lain dan menyembunyika cacat produk. Jaman sekarang adalah era kejujuran. Pengusaha harus jujur mengakui keterbatasan yang dimiliki oleh produknya.

5.      Etika Bisnis itu harus dapat dipercayai
Jika perusahaan Anda terbilang baru, sedang tergoncang atau mengalami kerugian, maka secara etis Anda harus mengatakan dengan terbuka kepada klien atau stake-holder Anda.

6.      Etika Bisnis itu membutuhkan perencanaan bisnis
Sebuah perusahaan yang beretika dibangun di atas realitas sekarang, visi atas masa depan dan perannya di dalam lingkungan. Etika bisnis tidak hidup di dalam ruang hampa. Semakin jelas rencana sebuah perusahaan tentang pertumbuhan, stabilitas, keuntungan dan pelayanan, maka semakin kuat komitmen perusahaan tersebut terhadap praktik bisnis.

7.      Etika Bisnis itu diterapkan secara internal dan eksternal
Bisnis yang beretika memperlakukan setiap konsumen dan karyawannya dengan bermartabat dan adil. Etika juga diterapkan di dalam ruang rapat direksi, ruang negosiasi, di dalam menepati janji, dalam memenuhi kewajiban terhadap karyawan, buruh, pemasok, pemodal dll. Singkatnya, ruang lingkup etika     bisnis   itu        universal.

8.      Etika Bisnis itu membutuhkan keuntungan
Bisnis yang beretika adalah bisnis yang dikelola dengan baik, memiliki sistem kendali internal dan bertumbuh. Etika adalah berkenaan dengan bagaimana kita hidup pada saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis yang tidak punya rencana untuk menghasilkan keuntungan bukanlah perusahaan yang      beretika.

9.      Etika Bisnis itu berdasarkan nilai
Perusahaan yang beretika harus merumuskan standar nilai secara tertulis. Rumusan ini bersifat spesifik, tetapi berlaku secara umum. Etika menyangkut norma, nilai dan harapan yang ideal. Meski begitu, perumusannya harus jelas dan  dapat   dilaksanakan   dalam  pekerjaan         sehari-hari.

10.  Etika Bisnis itu dimulai dari pimpinan
Ada pepatah, “Pembusukan ikan dimulai dari kepalanya.” Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap corak lembaga. Perilaku seorang pemimpin yang beretika akan menjadi teladan bagi anak buahnya.


Aturan Etika dan Prinsip Etika Menurut IAI (Tugas 6)

Aturan Etika Profesi Akuntan Publik adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP). Adapun aturan etika itu meliputi :
a)      Independensi, Integritas, Obyektivitas
·         Independensi
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen didalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
·         Integritas dan Objectivitas
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interst) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.

b)   Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
·         Standar Umum
          *     Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
          *      Kecermatan dan keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
          *      Perencanaan dan supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
          *     Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
·         Prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan:
          *      Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau
          *      Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersebut, anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.

c)   Tanggung Jawab kepada Klien
Informasi Klien yang Rahasia
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk:
1)      Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi.
2)      Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.
3)      Melarang review praktik profesional (review mutu) seorang anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau
4)      Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegasan disiplin anggota.

d)   Tanggungjawab kepada Rekan Seprofesi
Tanggung jawab kepada Rekan Seprofesi
·         Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
Komunikasi Antarakuntan Publik
·         Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
·         Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
Perikatan Atestasi
·         Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikataan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memnuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.

e)   Tanggungjawab dan Praktik Lain
Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskreditkan
·         Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.
Iklan, Promosi, dan Kegiatan Pemasaran Lainnya
·         Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

3.   Interpretasi Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya. Kepatuhan Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Prinsip Etika Profesi Akuntansi Menurut IAI 

a)      Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

b)      Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka

c)      Integritas
Untuk memelihara clan meningkatkan kepercayaan publik, Setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

d)      Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

e)      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati­hatian, kompetensi clan ketekunan, Berta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.

f)      Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kiewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

g)      Perilaku Profesional
Setiap Anggota harus berperilaku yang konsisten dalam reputasi profesi yang baik clan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

h)      Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas clan obyektivitas.