Indonesia akan Masuk lima Kekuatan Ekonomi
Baru Dunia
Menyambut
datangnya tahun baru, berbagai kalangan mengemukakan pandangannya mengenai masa
depan dunia. Vivanews hari ini melaporkan sebuah prediksi Lyons Gerard mengenai
kondisi perekonomian dunia kedepan dan masuknya Indonesia di jajaran lima
kekuatan ekonomi baru dunia.
Perekonomian
dunia kini berada dalam super-cycle (siklus-super). Ini adalah masa pertumbuhan
global historis yang tinggi, yang berlangsung satu generasi atau lebih.
Super-cycle yang ditandai dengan munculnya pertumbuhan ekonomi yang cepat ini
dinikmati oleh negara seperti Cina, India dan Indonesia sekarang.
Ada banyak faktor pendorong terjadinya hal ini, termasuk peningkatan
perdagangan, tingginya tingkat investasi, urbanisasi yang cepat dan inovasi
teknologi.
Dalam
sejarahnya, perekonomian dunia telah dua kali menikmati super-cycle sebelumnya.
Pertama, 1870-1913, mengalami pick-up signifikan pada pertumbuhan global.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia setiap tahun sebesar 2,7%, satu persen
lebih tinggi dari sebelumnya. Siklus itu dipimpin oleh munculnya Amerika
Serikat, serta munculnya peningkatan perdagangan dan penggunaan teknologi yang
lebih besar dari Revolusi Industri.
Super siklus
kedua, dari 1945 hingga awal 1970-an, pertumbuhan rata-rata 5% dan ditandai
oleh rekonstruksi pasca-Perang dan catch-up di sebagian besar dunia. Ini juga
ditandai oleh munculnya kelas menengah yang besar di Barat dan negara-negara
pengekspor di Asia, dipimpin oleh Jepang.
Sekarang,
kita mungkin berada dalam super-cycle yang berbeda, namun dengan aspek-aspek serupa
seperti dua super-cycle sebelumnya.
Bagi
orang-orang di Asia dan di seluruh dunia, muncul ide pertumbuhan mungkin
terdengar tidak biasa. Tapi bagi banyak orang di Barat, pikiran dari
Super-Cycle bukan hal aneh mengingat masalah inilah yang dihadapi perekonomian
dunia. Faktanya,ekonomi dunia sekarang lebih dari US$62 triliun, sekitar dua
kali lipat dibandingkan satu dekade lalu, bahkan telah melampaui puncak
pra-resesi.
Selama dua
tahun terakhir, ekonomi telah rebound didorong oleh kebijakan stimulus di Barat
dan oleh pertumbuhan kuat di Timur. Memang, pasar di negara-negara berkembang,
yang merupakan sepertiga dari ekonomi dunia, saat ini mencapai dua-pertiga
pertumbuhannya. Tren ini tampaknya akan terus berlanjut.
Pada tahun
2030, perekonomian dunia bisa tumbuh menjadi US$308 triliun. Proyeksi ini
berarti tingkat pertumbuhan riil sebesar 3,5% untuk periode mulai tahun 2000 —
saat Super-Cycle dimulai — hingga 2030. Atau rata-rata pertumbuhan riil sebesar
3,9% dari sekarang hingga 2030. Ini akan menjadi kemajuan signifikan
dibandingkan dengan pertumbuhan 2,8% selama 1973 hingga 2000.
Situasi yang
luar biasa tidak hanya berupa kemungkinan skala ekspansi ini, tetapi juga
ramalan yang didasarkan pada proyeksi pertumbuhan yang terlalu berhati-hati.
Misalnya, China diperkirakan akan tumbuh rata-rata 6,9% per tahun selama
periode tahun 2030 dan India sebesar 9,3%.
Pada tahun
2030, India mungkin telah menjadi ekonomi terbesar ketiga di dunia. Selain itu,
Indonesia, yang saat ini perekonomian peringkat 18 terbesar kemungkinan besar
akan pindah menjadi lima terbesar dunia dalam jangka waktu dua puluh tahun
saja, setelah menikmati hampir rata-rata 7% pertumbuhan selama periode
tersebut.
Memang,
selalu ada risiko yang dapat mempengaruhi pertumbuhan global. Super-cycle pertama
berakhir dengan pecahnya Perang Dunia Pertama, yang kedua dengan guncangan
minyak bumi diawal tahun tujuh puluhan. Namun, kali ini semoga dunia mempunyai
posisi lebih baik untuk mengatasi risiko munculnya badan pengambil keputusan
internasional dan forum kebijakan seperti G20.
Sangatlah
penting menekankan bahwa super cycle bukan berarti pertumbuhan akan terus
menguat selama seluruh periode. Dalam tiga atau empat tahun terakhir saya
termasuk di antara yang paling pesimis tentang pertumbuhan ekonomi AS. Saya
masih berhati-hati karena perekonomian AS masih akan berjuang di tahun depan
dengan pertumbuhan di bawah tren. Demikian juga Eropa dan Jepang, keduanya akan
menghadapi prospek jangka pendek yang masih lesu dengan pertumbuhan datar.
Karena itu,
perkembangan akan lebih luar biasa jika Asia dapat mendorong lebih banyak
pertumbuhan mereka sendiri. Apalagi hal tersebut sangat dibutuhkan dunia.
Tahun depan, China akan melihat tahun pertama dari rencana lima-tahunan ke-12.
Hal ini seharusnya akan membantu pertumbuhan mereka. Namun demikian, bank
sentral China dan lainnya di seluruh Asia akan melakukan pengetatan kebijakan
untuk menahan inflasi. Pada gilirannya, hal ini harusnya memungkinkan
pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, namun dengan tingkat yang mendekati atau
bahkan di bawah yang terlihat pada tahun ini. Jadi, dalam Super-Cycle, jelas
akan ada tantangan bagi para pembuat kebijakan.
Sebagaimana
pentingnya untuk fokus pada tantangan jangka pendek, namun sangat penting tetap
melihat peluang jangka panjang. Selama Super-Cycle, kami percaya bahwa China
bisa menggantikan AS sebagai perekonomian terbesar dunia pada 2020, jauh lebih
cepat daripada yang banyak pihak prediksikan.
Namun, dari perkiraan itu yang paling penting adalah cerita yang terjadi
dibaliknya.
Tak bisa
dipungkiri, ada skala perekonomian yang tengah berkembang. Seiring dengan
pertumbuhannya, negara-negara berkembang akan memberikan pengaruh lebih besar
pada perekonomian dunia. Begitupun dengan dampak dari pertumbuhan
koridor-koridor perdagangan baru. Hampir 85% dari populasi dunia kini semakin
saling terkait melalui perdagangan, sehingga memungkinkan pertambahan jumlah
orang yang akan berkontribusi pada perekonomian global.
Sumber-sumber
pendanaan akan menjadi penggerak pertumbuhan yang penting, mengingat tingginya
kebutuhan investasi, khususnya di bidang infrastruktur. Lalu ada hal lain yang
saya sebut perspiration atau keringat dari makin banyaknya jumlah orang yang
bekerja dan berbelanja, dan juga kreativitas yang makin besar atas inovasi dan
teknologi.
Negara-negara
yang akan berhasil adalah negara yang paling banyak memiliki uang tunai,
komoditas dan kreativitas. Dalam beberapa tahun terakhir saya kerap menjelaskan
keadaan yang tengah terjadi sebagai New World Order, mencerminkan pergeseran
keseimbangan kekuatan ekonomi dan keuangan dari Barat ke Timur.
Nah, di
tengah pergeseran ini masih berlaku, Super-Cycle lebih tepat mencerminkan apa
yang sedang terjadi. Barat masih sangat mungkin berhasil dengan lingkungan
seperti ini, terutama jika perekonomian di sana kreatif. Namun sudah jelas
bahwa Asia akan muncul menjadi pemenang.(IRIB/vivanews).
Analisis : Perekonomian
dunia saat ini berada dalam super-cycle (siklus-super). Ini merupakan masa
pertumbuhan global historis yang tinggi, yang berlangsung satu generasi atau
lebih di AS. Super-cycle yang ditandai dengan munculnya pertumbuhan ekonomi
yang cepat ini dinikmati oleh negara ASEAN seperti Cina, India dan Indonesia
sekarang. Walaupun di ASEAN sistem ini tidak pernah didengarnya, tidak menutup
kemungkinan kalau negara asia yang mencoba menggunakan sistem ini selain china
yang selalu nomer 1 dalam perdagangan asia indonesia pun masuk dalam lima kekuatan ekonomi baru dunia.
Peningkatan perdagangan, tingginya tingkat investasi, urbanisasi yang cepat
dan inovasi teknologi termasuk dalam faktor pendorong terjadinya super-cycle.
Faktor ini juga selalu ada risiko yang dapat mempengaruhi pertumbuhan global.
Sumber-sumber pendanaan juga menjadi penggerkan dalam pertumbuhan ini,
dengan meningkatnya kebutuhan investasi, apalagi dalam bidang infrastruktur.
Jadi kesempatan bagus yang didapat indonesia saat ini dalam ikut serta bersaing
dengan negara lain dalam bidang ekonomi.